Tuesday, March 16, 2021

Pertiwi Kala Menuaa

PERTIWI KALA MENUA

Karya : Muhammad Dzar Ghiffari
#PemudaAbad21

17 Agustus 2015

Bait-bait puisi inilah yang mengantarkan ku pada juara ke 3 tingkat nasional lomba penulisan puisi yang diadakan DIP Centre.


Kesadaranku berkumparan berubah jadi angan.

Membawa pada kenangan di Pegangsaan.

Jalan yang menjadi saksi pada ramadhan.

Sebagai lahirnya sebuah Negara kesatuan.

Teguhkan saat yang tepat.

Tak pedulikan amarah mengumpat.

Tak gentar meski keterasingan didapat.

Kaulah yang paling tau tempat dan saat.

17 Agustus 1945 menjadi pusat.

Terciptanya sebuah Negara yang kan melaju pesat.

Meski umur sudah hampir berkarat.

Hindia Belanda dulu kau dikenal.

Lalu kau juga pernah menjadi serikat.

Hingga akhirnya kau kembali menjadi satu.

Satu nusa.  Satu bangsa.  Satu bahasa.

indONEsia

Kaulah pertiwi yang menua.

Umur mu tak lagi muda.

Kau kini merenta.

Tujuh puluh telah temani bersama.

Memberi masa lalu beserta sejarah jua.

Kau terus bercerita.

Tentang kejayaan masa.

Saat kau dibela.

Saat kau dipuja.

Saat kau bahagia.

Kau terus bercerita.

Seperti manula tak pernah puas saat bersama.

Para cucu-cucu yang kau cinta.

Anak-anak bangsa.

Yang kau sebut generasi muda.

Tapi kaulah tua-tua keladi.

Walau menua kau makin menjadi.

Hutan mu hamparan jati dan mahoni.

Benteng terkuat pun bisa jadi tempat huni.

Apa daya eksploitasi makin menjadi.

Kau meraung dalam longsoran

Kau menangis dalam bandang.

Gunung mu suburkan tani.

Apapun tertanam bisa menjadi.

Tapi para muda mudi tak tahu diri.

Bergaya diri hiraukan bumi.

Kau menggeram dalam gempa

Kau merasa jijik muntahkan lava.

Laut mu hamparan permadani.

Ikan apapun betah berlari sana sini.

Tapi karang-karang diledaki.

Ikan langka digelapi.

Tergoda dengan kertas warna warni.

Uang, kami sepakat menamai.

Kau mengamuk dalam Tsunami

Kau bersedih perih dalam banjir tenggelami.

Pertiwi nama mu.

Sudah menua umur mu

Tersebut tujuh puluh

Tapi kau kini berteman pedih.

Pertiwi nama mu.

Sudah cukup kau merintih

Giliran kami ambil alih

Para muda mudi yang masih putih

Pertiwi nama mu

Kami sudah banyak dengar cerita pedih.

Izinkan kami menyapih.

Dengan kerja dan doa suci bersih

Pertiwi nama mu.

Giliran kami sebentar lagi jumpa.

Hingga kami akan terlihat oleh banyak massa.

Takkan kami khianati mereka.

Para pahlawan yang berjasa.

Yang kenalkan mu dalam buku sejarah.

Yang membawa kesadaran kami pada masa.

Kala jalan proklamasi bernama pegansangsaan dahulu kala.

Saat sang ayah pertama berkata.

“.....atas nama bangsa Indonesia. Soekarno/Hatta!!”

Merdeka! Merdeka!Merdeka!

No comments:

Post a Comment